Tentang Kami
Baca laporan tahunan kami di sini
Sejarah
Pada tahun 1999, sebuah konflik antar agama dan ras terjadi di Maluku. Kurang lebih 3 tahun lamanya, konflik ini mengakibatkan lebih dari 5,000 korban jiwa dan 700,000 orang terpaksa mengungsi keluar Maluku, menjadikan ini sebagai konflik sosial terbesar sejak kemerdekaan Indonesia. Konflik 1999 efektif merusak perekonomian Maluku yang dampaknya terasa sampai saat ini, termasuk memaksa ribuan anak putus sekolah dan merusak norma norma berkomunitas antar suku dan agama.
Stanley Ferdinandus, seorang pemuda Ambon, terpaksa mengungsi ke tanah Jawa. Pada tahun 2009, setelah lulus kuliah, Stanley terpanggil kembali ke tanah kelahirannya dan mulai memfasilitasi teman-teman dari berbagai pelosok nusantara untuk datang mengajar dan memberi inspirasi kepada anak anak di beberapa kelompok belajar lokal melalui “2 Jam untuk masa depan Maluku.” Kegiatan inilah yang mengawali berdirinya Yayasan Heka Leka di Ambon pada tahun 2011.


Nama Heka Leka itu sendiri terdiri dari kata “Heka” yang artinya adalah perang, pembagian, pemisahan atau kematian dan “Leka” yang artinya lahir kembali. Jadi Heka Leka mengambil makna bahwa untuk melahirkan kehidupan baru (yang lebih baik), maka perlu diterima kematian dan kehancuran sebagai pembelajaran.
Semenjak itu, Heka Leka terus berjuang untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan di Maluku. Program program kami telah dijalankan tidak hanya di Ambon tapi hampir di semua kepulauan Maluku.
Nama Heka Leka itu sendiri terdiri dari kata “Heka” yang artinya adalah perang, pembagian, pemisahan atau kematian dan “Leka” yang artinya lahir kembali. Jadi Heka Leka mengambil makna bahwa untuk melahirkan kehidupan baru (yang lebih baik), maka perlu diterima kematian dan kehancuran sebagai pembelajaran.
Semenjak itu, Heka Leka terus berjuang untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan di Maluku. Program program kami telah dijalankan tidak hanya di Ambon tapi hampir di semua kepulauan Maluku.

Dalam perjuangan, kami berpegang pada filosofi Siwalima yang dalam tradisi Maluku merujuk pada kelompok kelompok kerajaan zaman dahulu, yaitu sembilan (“siwa”) kerajaan di Maluku Selatan (Ulisiwa) dan lima (“lima”) kerajaan di Maluku Utara (Patalima). Siwalima bisa diartikan sebagai filosofi bahwa dalam setiap perjuangan dibutuhkan persatuan dari semua orang, tidak memandang perbedaan dari latar belakang suku, agama dan ras.
Kami berterima kasih pada ratusan relawan, donatur, mitra yang telah ikut berjuang. Mari terus kita bersama Bangun Manusia Maluku!

Nilai-Nilai
Visi Kami
Terbentuknya masyarakat Maluku yang cerdas, berbudaya dan berdampak, berdasarkan nilai-nilai yang berakar pada budaya Maluku dan Pancasila.
Misi Kami
1. Menciptakan pemimpin berkompetensi kelas dunia yang cerdas, berbudaya dan berdampak.
2. Meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Maluku melalui program program yang kolaboratif, dinamis, inovatif dan berkelanjutan.
Tim Kami
Pendiri
